Jumat, 11 Februari 2011

LAPORAN KASUS ASKEP KELUARGA DENGAN HIPERTENSI

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
PADA KELUARGA TN ‘S’
DI DUSUN TOI DESA TEO LOMBOK UTARA

Pengkajian (Tanggal. 15 Desember 2010)
A. Data Umum
1. Nama KK : Tn ‘S’
2. Umur : 50 th.
3. Alamat : Di Dusun Toi Desa Teo Lombok Utara
4. Pendidikan : SMA
5. Pekerjaan : POLRI.
6. Agama : Hindu
7. Komposisi Keluarga :
No. Nama Sex Umur Hub. Dg. KK Pen Agama Pekerjaan Status kes
1. Tn ‘S’ L 50 th. KK SMA Hindu POLRI Hipertensi
2. Ny ‘P’ P 47 th. Istri SMA Hindu POLRI Sehat
3. An ‘S’ L 19th. Anak SMA Hindu - Sehat

Genogram:
















Keterangan :


= laki-laki = Perempuan = Anggota Keluarga Yg Sakit


8. Tipe keluarga : keluarga inti
Yang terdiri dari ayah, ibu, anak
Kewargaan negara / suku bangsa : Indonesia / Bali.
9. Agama : Hindu.
10. Status social ekonomi keluarga
Penghasilan keluarga adalah : antara Rp. 7.000.000,- sampai Rp. 8.000.000,- perbulan yang diperoleh darigaji sebagai anggota POLRI. Menurut pengakuan keluarga penghasilan yang ada cukup untuk memenuhi keperluan sehari-hari
11. Aktivitas rekreasi keluarga :
Kegiatan yang dilakukan keluarga untuk rekreasi bersepeda di sore hari
B. Riwayat Perkembangan Keluarga
1. Pada saat ini keluarga Tn. ‘S’ sedang berada pada tahap perkembangan keluarga yaitu pada tahap keluarga .
2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi: -
3. Riwayat kesehatan keluarga
• Tn S mengatakan bahwa saat ini dirinya memiliki penyakit hipertensi yang sudah dideritanya selam + 4 tahun
• Ny. P biasanya mengalami penyakit ringan seperti batuk dan pilek biasanya karena cuaca ataupun karena penurunan stamina tubuh. Nyonya P tidah pernah mengalami penyakit yang berat.
4. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya (yang lalu)
Tn.S menderita Hipertensi sejak tahun 2004 yang lalu. Saat dikaji beliau dalam keadaan sakit. Penyakit klien sering kambuh ketika klien mengalami masalah-masalah yang sulit teratasi.
Tn S juga mengatakan kalau bapak dari Tn S memiliki penyakit hipertensi




C. Keadaan Lingkungan
1. Karakteristik Rumah
Luas rumah yang ditempati + 20m x 10 m, terdiri dari 1 ruang tamu, 4 kamar tidur, 1 ruang keluarga, 1 ruang dapur ,tempat sembahyang, 2 kamar mandi, 1 gudang, Lantai rumah terbuat dari keramik di ruang tamu dan kamar dengan keadaan bersih dan penataan alat/probot rumah tangga yang rapi, penerangan dan ventilasi cukup. Sumber air minum dan untuk keperluan cuci dan mandi menggunakan PDAM. WC menggunakan septic tank yang terletak di samping rumah





RTamu Kamar Tidur

R. Keluarga
Kamar Tidur
Dapur
K.Mandi




Gb. Denah Rumah Keluarga binaan

2. Karakteristik tetangga dan komunitas RW
Tetangga Tn S sebagian besar beraktivitas di pagi hari
3. Mobilitas Geografis Keluarga
Keluarga Tn S sudah menempati rumah yang ditempatinya sejak berumah tangga sampai sekarang, berdasarkan keterangan dulu daerah sekitar lingkungan tempat tinggal masih jarang ditempati penduduk.
4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyrakat
Keluarga termasuk anggota masyarakat yang aktif dalam mengikuti kegiatan masyarakat.
5. Sistem pendukung keluarga
Keluarga Tn S 3 orang, dan anaknya yang sudah menikah juga masih bertempat tinggal di sekitar rumahnya sehingga bila mana ada anggota keluarga yang sakit, semua saling memperhatikan dan membantu untuk penyembuhan.
Fasilitas penunjang kesehatan yang dimiliki keluarga cukup, seperti ada dana khusus untuk anggaran pemeliharaan kesehatan, tersedia obat P3K dalam rumah.

D. Struktur Keluarga
1. Pola komunikasi keluarga
Keluarga mengatakan, komunikasi selalu dilakukan untuk minta pertimbangan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Antar anggota keluarga terbina hubungan yang harmonis, dalam menghadapi suatu permasalahan, biasanya dilakukan musyawarah keluarga sebelum memutuskan suatu permasalahan. Anak-anaknya biasa memberikan alternatif pemikiran kepada Tn S bagaimana untuk memutuskan pemecahan masalah.

2. Struktur Kekuatan Keluarga:
Didalam aktivitas sehari-hari keluarga saling perhatian dan merasakan bahwa mengatasi masalah menjadi tanggung jawab bersama dalam keluarga

3. Struktur Peran Keluarga
a. Tn S sebagai kepala keluarga bertanggung jawab dalam membimbing dan mendidik anak-anak serta mengatur rumah tangga dengan dibantu isterinya Ny P.
b. Ny.P bertanggung jawab membimbing dan mendidik anak dan mengatur kebutuhan rumah tangga
c. An.S merupakan putra dari Tn.S yang saat ini berkuliah di salah satu universitas negeri di Bali

4. Nilai dan norma keluarga
Nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga menyesuaikan dengan nilai dalam agama yang dianutnya serta norma masyarakat disekitarnya. Keluarga ini menganggap bahwa hipertensi yang diderita Tn S adalah penyakitnya orang tua yang biasa terjadi. Tapi upaya untuk mengendalikan dilakukan dengan mengatur makanan dan segera periksa ke rumah sakit bila dirasakan ada gangguan kesehatannya. Keluarga Tn S mempercayakan perawatan kesehatannya kepada tenaga kesehatan, akan tetapi bila ada anggota keluarga yang sakit ada kalanya hanya membeli obat di Apotek dan mengkonsumsi obat tradisional saja.

E. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Afektif
Menurut keterangan keluarga, dalam kehidupan sehari-harinya mereka selalu damai dan saling menjaga kepentingan bersama.
Tn S memahami keadaan penyakit yang dideritanya dan Ny P juga sering mengingatkan tentang diet yang harus ditaati oleh Tn S, misalnya makan rendah garam, rendah lemak dan lain-lain. Mereka saling menyayangi dan memberi perhatian.

2. Fungsi Sosialisasi
Keluarga selalu mengajarkan dan menanamkan perilaku sosial yang baik. Seperti memenuhi kebutuhan pendidikan, kalau ada kegiatan kemasyarakatan, keluarga selalu ikut didalamnya.

3. Fungsi Perawatan Kesehatan.
a. Pengetahuan dan persepsi keluarga mengambil keputusan tindakan yang tepat
Keluarga tidak mampu mengenal masalah kesehatan tentang penyakit hipertensi hal ini ditunjukkan dengan keluarga kurang menyadari dampak masalah kesehatan akibat penyakit hipertensi.

b. Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan
Kemampuan keluarga terbatas karena keluarga tidak mengetahui secara luas tentang masalah yang terjadi pada penyakit hipertensi.
c. Kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat
Keluarga mempunyai kesadaran tentang terciptanya lingkungan yang sehat, hal ini di buktikan dengan aktivitas Tn S dan isterinya, bila ada waktu luang membersihkan ruangan, lingkungan sekitar rumah.
d. Penggunaan fasilitas
Selama ini keluarga jarang memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada, karena keluarga lebih cenderung membeli obat bebas di toko atau mengkonsumsi obat tradisional.

4. Fungsi Reproduksi
Ny P saat ini sudah berusia 47 tahun dan tidak menjadi akseptor KB karena alasan sudah infertile akibat keguguran saat mengandung anak ke-2, tidak mungkin hamil.

5. Fungsi Ekonomi
Keluarga Tn S menggunakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan setiap hari. Menurut pengakuan keluarga penghasilan tiap bulan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Jika ada sisa keuangan, maka disimpan untuk keadaan yang mendadak bagi keluarga.

F. Stress dan Koping Keluarga
1. Stressor yang dimiliki
• Stressor jangka panjang yang dirasakan keluarga Tn S adalah penyakit hipertensi yang diderita oleh Tn S.
• Stressor jangka pendek yang dirasakan keluarga Tn S adalah
2. Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor
Keluarga sudah dapat beradaptasi dengan penyakit yang diderita oleh Tn S karena sakit yang dideritanya sudah semenjak dahulu dan keluarga yakin bahwa penyakitnya dapat diatasi .
3. Strategi koping yang digunakan
Dalam menghadapi suatu permasalahan, biasanya keluarga Tn S mendiskusikannya terlebih dahulu sebelum mengambil suatu keputusan. Beliau memberikan pengertian kepada anggota keluarganya tentang masalah yang dihadapinya.
4. Strategi adaptasi disfungsional
Keluarga selalu menyediakan persiapan uang untuk berobat, kalau terjadi kekambuhan hipertensinya.

G. Harapan Keluarga
Keluarga Tn S berharap anggota keluarga dapat berperan masing-masing tanpa ada yang mengalami gangguan kesehatannya. Sehingga semua bisa berjalan lancar tanpa hambatan. Penyaki Hipertensinya dapat sembuh total.


H. Pemeriksaan Fisik

No Variabel Nama anggota keluarga
Tn. S Ny. P An. S
1 Riwayat penyakit saat ini Hipertensi Tidak ada Tidak ada
2 Keluhan yang dirasakan Kaku pada daerah tengkuk, pusing. Tidak ada Tidak ada
3 Tanda & gejala Tekanan darah 160/110 mmHg, sukar tidur, pusing, mudah marah. Tidak ada Tidak ada
4 Riwayat penyakit sebelumnya Pada tahun 2008, Tn. S pernah dirawat di Rumah Sakit Bayangkara selama 6 hari karena penyakit hipertensi. Ny. P biasanya mengalami penyakit ringan, seperti batuk dan pilek, Ny. P tidak pernah mengalami penyakit yang berat. Tidak ada
5 Tanda-tanda vital N: 82x/mnt
S: 36,5oC
R: 24x/mnt
TD:160/110mmHg N: 80x/mnt
S: 36,7oC
R: 22x/mnt
TD:120/90mmHg N: 83x/mnt
S: 36,5oC
R: 24x/mnt
TD:120/80mmHg
6 System cardiovaskuler Pada leher teraba arteri karotis, pada ekstermitas teraba arteri brakialis dan radialis Pada leher teraba arteri karotis, pada ekstermitas teraba arteri brakialis dan radialis Pada leher teraba arteri karotis, pada ekstermitas teraba arteri brakialis dan radialis
7 System respirasi Retraksi otot dada terlihat, tidak terlihat napas cuping hidung. Retraksi otot dada terlihat, tidak terlihat napas cuping hidung. Retraksi otot dada terlihat, tidak terlihat napas cuping hidung.
8 System GI. Trac Tidak terkaji Tidak terkaji Tidak terkaji
9 System persyarafan Tidak terkaji Tidak terkaji Tidak terkaji
10 System musculoskeletal Tidak mengalami gangguan mobilisasi Tidak mengalami gangguan mobilisasi Tidak mengalami gangguan mobilisasi
11 System genetalia Tidak terkaji Tidak terkaji Tidak terkaji

Tipologi Masalah Keperawatan

NO Daftar Masalah Kesehatan
1. Ancaman Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit hipertensi
2. Kurang / Tidak Sehat Hipertensi
3. Potensial Keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada




Analisa Data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1.



















2











3 Data Subyektif:
 Tn S. Sami mengatakan sudah lama mengalami tekanan darah tinggi.
 Tn S mengatakan kadang-kadang pusing,
 Tn S Merasa kaku di daerah tengkuk.
 Tn S mengatakan penyakitnya sering kambuh

Data obyektif:
Berdasarkan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan :
 Tekanan darah : 160/110 mmHg.
 Nadi: 84 X/menit.
 Pernafasan : 24 x/menit.
 Suhu : 36,5 x/menit.

Data subyektif:
 Tn S jarang berobat ke Klinik.
 Tn S mengatakan berobat ke Klinik bila dirasakan parah. Kalau pusing cukup membeli jamu atau obat di warung saja.

Data obyektif.
 Tn S terakhir kunjungan ke Klinik Kesehatan 6 bulan yang lalu.

Data Subyektif
• Tn S mengatakan merasa kaku dan nyeri di daerah tengkuk
Data obyektif
• Tn S terlihat menringis kesakitan
• Tn S terlihat memegang bagian tengkuknya
Kurangnya pengetahuan keluarga tentang, gejala, penyebab, pencegahan dan penatalaksanaan penyakit hipertensi












Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan secara optimal







Kurangnya pengetahuan keluarga tetang penatalaksaanan dan pencegahan hipertensi
Resiko penyakit kambuh berulang


















Koping keluarga inefektif









Gangguaan rasa nyaman : nyeri

Rumusan diagnosa keperawatan
1. Resiko penyakit kambuh berulang b/d kurangnya pengetahuan keluarga tentang gejala, penyebab, pencegahan dan penatalaksanaan penyakit hipertensi.
2. Resiko terjadinya kesalahan dalam penatalaksanaan penyakit hipertensi b/d ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan secara optimal.
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d kutangnya pengetahuan keluarga tentang penatalaksanaan dan pencegahan hipertensi



Skoring Prioritas Masalah
1. Resiko penyakit kambuh berulang b/d kurangnya pengetahuan keluarga tentang gejala, penyebab, pencegahan dan penatalaksanaan penyakit hipertensi.

NO KRITERIA SKALA BOBOT SKORING PEMBENARAN

1.

a. Sifat masalah : Tidak/kurang sehat




b. Kemungkinan masalah dapat diubah : Hanya sebagian









c. Potensial masalah untuk dicegah : tinggi






d. Menonjolnya masalah : Masalah berat, harus segera ditangani
3





1












2








2

1





2












1








1




Total
3/3x1=1





1/2x2= 1












2/3x1=2/3








2/2x1=1




4
Ketidak tahuan keluarga tentang masalah penyakit hipertensi merupakan bahaya terhadap kondisi klien.


a. Kondisi klien pada usia lansia.

b. Lama penyakit sudah + 10 tahun

c. Berdasarkan prognosa masalah hipertensi hanya sebagian kecil bisa sembuh, dan hanya bisa dilakukan tindakan pencegahan.


a. Penyakit hipertensi memungkinkan untuk dicegah dengan menghindari faktor resiko.

b. Keluarga mau diajak kerjasama (kooperatif)


Bila tidak segera ditanganni maka akan terjadi komplikasi lebih lanjut, seperti stroke, kekumpuhan.

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN KELUARGA

No.Dx. Hari / Tanggal Pukul Diagnose keperawatan Implementasi
1 Sabtu/18-12-2010 16.00 Kurangnya pengetahuan keluarga tentang, gejala, penyebab, pencegahan dan penatalaksanaan penyakit hipetensi berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang menderita penyakit hipertensi Penyuluhan tentang :
- pengertian hepertensi
- Penyebab hiper tensi
- Tanda dan gejala hipertensi
- Faktor resiko hipertensi
- Akibat hipertensi
- Upaya pencegahan hiper tensi

Evaluasi Keperawatan Keluarga
No.Dx. Hari / Tanggal Pukul Evaluasi
1 Sabtu/18-12-2010 16.00 S:
- Keluarga khususnya Tn S mengatakan mengerti maksud dan tujuan kunjungan hari ini.
- Keluarga dapat menyebutkan pengertian hipertensi
- Menyebutkan tanda dan gejala hipertensi ( 3-6 )
- Menyebutkan 3 faktor resiko yang menyebabkan hipertensi
- Menyebutkan 2 akibat hipertensi bila tidak dirawat
- Menyebutkan 2 cara mencegah timbulnya hipertensi.
O :
- Keluarga Tn S dapat bekerjasama dengan mahasiswa.
- Keluarga dapat terlihat aktif dalam diskusi
- Keluarga menunjukkan minat terhadap kegiatan atau tindakan yang dapat dilakukan
- Keluarga dapat memberikan responverbal dan non verbal yang baik
- Keluarga kooperatif selama kegiatan berlangsung
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
No.Dx Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
Umum Khusus Kriteria Standar
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi serangan hipertensi yang lebih berat terhadap Tn S - Menyebutkan pengertian hipertensi
- Menyebutkan tanda dan gejala hipertensi (3-6)
- Menyebutkan 3 faktor resiko yang menyebabkan hipertensi
- Menyebutkan 2 akibat hipertensi bila tidak dirawat.
- Menyebutkan 2 cara mencegah timbulnya hipertensi. Verbal (pengetahuan) • Keluarga dapat menyebutkan tanda-tanda dan gejala penyakit hipertensi.
• Keluarga dapat mengidentifikasi gejala dini terjadinya serangan.
• Keluarga dapat memutuskan tindakan yang harus dilakukan bila terjadi serangan. 1. Kaji pengetahuan keluarga.
2. Kaji kemampuan keluarga yang telah dilakukan pada Tn S.
3. Kaji tindakan yang pernah dilakukan bila Tn S serangan hipertensi.
4. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala peny. Hipertensi.
5. Diskusikan dengan keluarga cara mengiidentifikasi serangan.
6. Berikan kesempatan keluarga menanyakan penjelasan yang telah diberikan setiap kali diskusi.
7. berikan penjelasan ulang bila ada penjelasan yang belum dimengerti.
8. Evaluasi secara singkat terhadap topik yang didiskusikan dengan keluarga.
9. Berikan pujian terhadap kemampuan yang diungkapkan keluarga setiap kali diskusi.

2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami komplikasi/pecahnya pembuluh darah halus. - Dapat menjelaskan akibat tekanan darah tinggi pada pembuluh darah halus.
- Dapat menyebutkan bagian tubuh yang rawan terjadi pecahnya pembuluh darah.
- Dapat menyebutkan upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi. Verbal - Klien dan keluarga dapat menjelaskan akibat tekanan darah tinggi pada pembuluh darah halus.
- Klien dan keluarga dapat menyebutkan bagian tubuh yang rawan terjadi pecahnya pembuluh darah.
- Klien dan keluarga dapat menyebutkan upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi. 1. Kaji pengetahuan keluarga.
2. Kaji kemampuan keluarga yang telah dilakukan pada Bu Sutri.
3. Kaji tindakan yang pernah dilakukan bila Bu Sutri mengalami serangan.
4. Diskusikan dengan keluarga tentang akibat peny. Hipertensi pada pembuluh darah.
5. Diskusikan dengan keluarga tentang bagian tubuh yang rawan terjadi pembuluh darah pecah.
6. Diskusikan alternatif yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
7. Berikan kesempatan keluarga menanyakan penjelasan yang telah diberikan setiap kali diskusi.
8. berikan penjelasan ulang bila ada penjelasan yang belum dimengerti.
9. Evaluasi secara singkat terhadap topik yang didiskusikan dengan keluarga.
10. Berikan pujian terhadap kemampuan yang diungkapkan keluarga
11. setiap kali diskusi.

Minggu, 06 Februari 2011

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA

I. PENGERTIAN
Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga.
Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat berat.
II. PENYEBAB
Penurunan fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh:
 Suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif)
 Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak (penurunan fungsi pendengaran sensorineural).

Penurunan fungsi pendengaran sensorineural dikelompokkan lagi menjadi:
 Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika kelainannya terletak pada telinga dalam)
 Penurunan fungsi pendengaran neural (jika kelainannya terletak pada saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak).

Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit keturunan, tetapi mungkin juga disebabkan oleh:
 Trauma akustik (suara yang sangat keras)
 Infeksi virus pada telinga dalam
 Obat-obatan tertentu
 Penyakit Meniere.



Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh:
 Tumor otak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf di sekitarnya dan batang otak
 Infeksi
 Berbagai penyakit otak dan saraf (misalnya stroke) - Beberapa penyakit keturunan (misalnya penyakit Refsum).

III. GEJALA
Penderita penurunan fungsi pendengaran bisa mengalami beberapa atau seluruh gejala berikut:

 kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di sekelilingnya berisik
 terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus)
 tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume yang normal
 kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa mendengar
 pusing atau gangguan keseimbangan.

IV. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Dengan Garputala
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan menempatkan garputala yang telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara harus melewati udara agar sampai ke telinga.
Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak.
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran tulang dinilai dengan menempatkan ujung pegangan garputala yang telah digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol di belakang telinga).
Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam. Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang saraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf pendengaran.
Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf pendengaran di otak.
Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran tulang normal, dikatakan terjadi tuli konduktif.
Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensorineural.
Kadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan sensorineural terjadi secara bersamaan.
2. Audiometri
Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu dengan menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian dan volume tertentu.
Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.

Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah.
Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
3. Audimetri Ambang Bicara

Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa dimengerti.
Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu.
Dilakukan perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar.
4. Diskriminasi

Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama.
Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama.
Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (persentasi kata-kata yang diulang dengan benar) biasanya berada dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada di bawah normal. Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah normal.
5. Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah.
Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif.
Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan pada anak-anak.

Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.
Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.
Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa:
 penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan hidung bagian belakang)
 cairan di dalam telinga tengah
 kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga tengah.

Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yang melekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di telinga tengah).
Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras/gaduh (refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah.
Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraksi selama telinga menerima suara yang gaduh.
6. Respon Auditoris Batang Otak

Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat rangsangan pada saraf pendengaran.
Respon auditoris batang otak juga dapat digunakan untuk memantau fungsi otak tertentu pada penderita koma atau penderita yang menjalani pembedahan otak.
7. Elektrokokleografi

Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf pendengaran.
Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari penurunan fungsi pendengaran sensorineural.

Elektrokokleografi dan respon auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilai pendengaran pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadar terhadap suara.
Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi atau untuk memeriksa hipakusis psikogenik (orang yang berpura-pura tuli).

Beberapa pemeriskaan pendengaran bisa mengetahui adanya kelainan pada daerah yang mengolah pendengaran di otak.
Pemeriksaan tersebut mengukur kemampuan untuk:
 mengartikan dan memahami percakapan yang dikacaukan
 memahami pesan yang disampaikan ke telinga kanan pada saat telinga kiri menerima pesan yang lain
 menggabungkan pesan yang tidak lengkap yang disampaikan pada kedua telinga menjadi pesan yang bermakna
 menentukan sumber suara pada saat suara diperdengarkan di kedua telinga pada waktu yang bersamaan.

Jalur saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak yang berlawanan, karena itu kelainan pada otak kanan akan mempengaruhi pendengaran pada telinga kiri.
Kelainan pada batang otak bisa mempengaruhi kemampuan dalam menggabungkan pesan yang tidak lengkap menjadi pesan yang bermakna dan dalam menentukan sumber suara.

V. PENGOBATAN
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada penyebabnya.
Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya cairan di telinga tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan cairan dan kotoran tersebut.

Jika penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan pencangkokan koklea.

VI. ALAT BANTU DENGAR

Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar.

Alat bantu dengar terdiri dari:
 Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
 Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara
 Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan.

Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran).
Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural.

Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan mempertimbangkan hal-hal berikut:
 kemampuan mendengar penderita
 aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja
 keterbatasan fisik
 keadaan medis
 penampilan
 harga.

Alat Bantu Dengar Hantaran Udara

Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.

Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Badan

Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat.
Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah kabel ke alat yang dipasang di saluran telinga.
Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah rusak.

Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga

Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat.
Alat ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain.

CROS (contralateral routing of signals)

Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi pendengaran pada salah satu telinganya.
Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak berfungsi dan suaranya diarahkan kepada telinga yang berfungsi melalui sebuah kabel atau sebuah transmiter radio berukuran mini.
Dengan alat ini, penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi.

BICROS (bilateral CROS)

Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penuruna fungsi pendengaran yang ringan, maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.

Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang

Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari telinganya keluar cairan (otore).

Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis. Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam.
Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga.

VII. PENCANGKOKAN KOKLEA
Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar.

Alat ini dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian:
 Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar
 Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara yang tertangkap oleh mikrofon
 Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal dari prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik
 Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan mengirimnya ke otak.

Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran yang normal, tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan membantu mereka dalam memahami percakapan.

Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar.
Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea menggantikan fungsi dari bagian telinga dalam yang mengalami kerusakan.

Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik oleh telinga dalam. Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya sebagai suara.
Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektronik, implan koklea menemukan bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak
VIII. ASUHAN KEPERWATAN
A. Pengkajian
Fokus pengkajian pada klien dengan ganguan pendengaran
 Kaji identitas klien
 Kaji riwayat keperawatan
 Kaji adanya penguanaan obat-obat yang menyebabkan ototoxic dan merusak ssp serta organ-organ bagian telinga dan keseimbanagan
 Kaji riwayat penguanaan obat-obatan
B. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan komunikasi verbal B/D kerusakan pendengaran
2. Kerusakan aktivitas B/D ketidakseimbangan dalm beraktifitas karena hilangnya fungsi pendengaran.
3. Kehilangan perawatan diri dirumah B/D hilangnya fungsi pendengaran
4. Kerusakan interaksi sosial B/D kerusakan sarf sensori
C. Rencana intervensi keperawatan
intervensi keperawatan pada lansia dengan ganguan pendengaran
 Ketika berbicara kerusakan suara (bukan teriak) atau menyuruh untuk memperhatikan mulut sipembicara.
 Ajak klien berkomunikasi dengan santai dengan jarak yang dekat.
 Berbicara yang jelas dan tidak terlalu cepat an saling bertatap muka.
 Hindarkan adanya suara- suara yang mengganggu seperti suara radio dan TV
 Jika kerusakan komunikasi maka gunakanlah kertas sebagai komunikasi verbal atau dengan simbol.
 Berikan lingkungan yang nyaman bagi klien.
 Gunakanlah alat bantu pendengaran apabila diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA
- Roach sally. Introduktory gerontological Nursing. 2001. Lippinctt: New Yor
- Syaifuddin, Anatomi fisisologi. 1997. EGC. Jakarta
- Petunjuk praktikum fisiologi I. Tim pengajar fisiologi. 2005. Stikes Aisyiyah Yogyakarta,
- Http: // www.pfizer peduli . com / artcel _ detail . aspex. Id : 21
- Panduan dianosa keperawatan NANDA
- Http: // www. Dokter tetanus . pjnkk. Go. Id / content . view / 249/31
- http: // www. Dokter tetanus. WordPress. Com
- wahyudi, Nugroho, Keperawatan Gerontik. 2000. EGC : Jakarta.