Jumat, 11 Februari 2011

LAPORAN KASUS ASKEP KELUARGA DENGAN HIPERTENSI

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
PADA KELUARGA TN ‘S’
DI DUSUN TOI DESA TEO LOMBOK UTARA

Pengkajian (Tanggal. 15 Desember 2010)
A. Data Umum
1. Nama KK : Tn ‘S’
2. Umur : 50 th.
3. Alamat : Di Dusun Toi Desa Teo Lombok Utara
4. Pendidikan : SMA
5. Pekerjaan : POLRI.
6. Agama : Hindu
7. Komposisi Keluarga :
No. Nama Sex Umur Hub. Dg. KK Pen Agama Pekerjaan Status kes
1. Tn ‘S’ L 50 th. KK SMA Hindu POLRI Hipertensi
2. Ny ‘P’ P 47 th. Istri SMA Hindu POLRI Sehat
3. An ‘S’ L 19th. Anak SMA Hindu - Sehat

Genogram:
















Keterangan :


= laki-laki = Perempuan = Anggota Keluarga Yg Sakit


8. Tipe keluarga : keluarga inti
Yang terdiri dari ayah, ibu, anak
Kewargaan negara / suku bangsa : Indonesia / Bali.
9. Agama : Hindu.
10. Status social ekonomi keluarga
Penghasilan keluarga adalah : antara Rp. 7.000.000,- sampai Rp. 8.000.000,- perbulan yang diperoleh darigaji sebagai anggota POLRI. Menurut pengakuan keluarga penghasilan yang ada cukup untuk memenuhi keperluan sehari-hari
11. Aktivitas rekreasi keluarga :
Kegiatan yang dilakukan keluarga untuk rekreasi bersepeda di sore hari
B. Riwayat Perkembangan Keluarga
1. Pada saat ini keluarga Tn. ‘S’ sedang berada pada tahap perkembangan keluarga yaitu pada tahap keluarga .
2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi: -
3. Riwayat kesehatan keluarga
• Tn S mengatakan bahwa saat ini dirinya memiliki penyakit hipertensi yang sudah dideritanya selam + 4 tahun
• Ny. P biasanya mengalami penyakit ringan seperti batuk dan pilek biasanya karena cuaca ataupun karena penurunan stamina tubuh. Nyonya P tidah pernah mengalami penyakit yang berat.
4. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya (yang lalu)
Tn.S menderita Hipertensi sejak tahun 2004 yang lalu. Saat dikaji beliau dalam keadaan sakit. Penyakit klien sering kambuh ketika klien mengalami masalah-masalah yang sulit teratasi.
Tn S juga mengatakan kalau bapak dari Tn S memiliki penyakit hipertensi




C. Keadaan Lingkungan
1. Karakteristik Rumah
Luas rumah yang ditempati + 20m x 10 m, terdiri dari 1 ruang tamu, 4 kamar tidur, 1 ruang keluarga, 1 ruang dapur ,tempat sembahyang, 2 kamar mandi, 1 gudang, Lantai rumah terbuat dari keramik di ruang tamu dan kamar dengan keadaan bersih dan penataan alat/probot rumah tangga yang rapi, penerangan dan ventilasi cukup. Sumber air minum dan untuk keperluan cuci dan mandi menggunakan PDAM. WC menggunakan septic tank yang terletak di samping rumah





RTamu Kamar Tidur

R. Keluarga
Kamar Tidur
Dapur
K.Mandi




Gb. Denah Rumah Keluarga binaan

2. Karakteristik tetangga dan komunitas RW
Tetangga Tn S sebagian besar beraktivitas di pagi hari
3. Mobilitas Geografis Keluarga
Keluarga Tn S sudah menempati rumah yang ditempatinya sejak berumah tangga sampai sekarang, berdasarkan keterangan dulu daerah sekitar lingkungan tempat tinggal masih jarang ditempati penduduk.
4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyrakat
Keluarga termasuk anggota masyarakat yang aktif dalam mengikuti kegiatan masyarakat.
5. Sistem pendukung keluarga
Keluarga Tn S 3 orang, dan anaknya yang sudah menikah juga masih bertempat tinggal di sekitar rumahnya sehingga bila mana ada anggota keluarga yang sakit, semua saling memperhatikan dan membantu untuk penyembuhan.
Fasilitas penunjang kesehatan yang dimiliki keluarga cukup, seperti ada dana khusus untuk anggaran pemeliharaan kesehatan, tersedia obat P3K dalam rumah.

D. Struktur Keluarga
1. Pola komunikasi keluarga
Keluarga mengatakan, komunikasi selalu dilakukan untuk minta pertimbangan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Antar anggota keluarga terbina hubungan yang harmonis, dalam menghadapi suatu permasalahan, biasanya dilakukan musyawarah keluarga sebelum memutuskan suatu permasalahan. Anak-anaknya biasa memberikan alternatif pemikiran kepada Tn S bagaimana untuk memutuskan pemecahan masalah.

2. Struktur Kekuatan Keluarga:
Didalam aktivitas sehari-hari keluarga saling perhatian dan merasakan bahwa mengatasi masalah menjadi tanggung jawab bersama dalam keluarga

3. Struktur Peran Keluarga
a. Tn S sebagai kepala keluarga bertanggung jawab dalam membimbing dan mendidik anak-anak serta mengatur rumah tangga dengan dibantu isterinya Ny P.
b. Ny.P bertanggung jawab membimbing dan mendidik anak dan mengatur kebutuhan rumah tangga
c. An.S merupakan putra dari Tn.S yang saat ini berkuliah di salah satu universitas negeri di Bali

4. Nilai dan norma keluarga
Nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga menyesuaikan dengan nilai dalam agama yang dianutnya serta norma masyarakat disekitarnya. Keluarga ini menganggap bahwa hipertensi yang diderita Tn S adalah penyakitnya orang tua yang biasa terjadi. Tapi upaya untuk mengendalikan dilakukan dengan mengatur makanan dan segera periksa ke rumah sakit bila dirasakan ada gangguan kesehatannya. Keluarga Tn S mempercayakan perawatan kesehatannya kepada tenaga kesehatan, akan tetapi bila ada anggota keluarga yang sakit ada kalanya hanya membeli obat di Apotek dan mengkonsumsi obat tradisional saja.

E. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Afektif
Menurut keterangan keluarga, dalam kehidupan sehari-harinya mereka selalu damai dan saling menjaga kepentingan bersama.
Tn S memahami keadaan penyakit yang dideritanya dan Ny P juga sering mengingatkan tentang diet yang harus ditaati oleh Tn S, misalnya makan rendah garam, rendah lemak dan lain-lain. Mereka saling menyayangi dan memberi perhatian.

2. Fungsi Sosialisasi
Keluarga selalu mengajarkan dan menanamkan perilaku sosial yang baik. Seperti memenuhi kebutuhan pendidikan, kalau ada kegiatan kemasyarakatan, keluarga selalu ikut didalamnya.

3. Fungsi Perawatan Kesehatan.
a. Pengetahuan dan persepsi keluarga mengambil keputusan tindakan yang tepat
Keluarga tidak mampu mengenal masalah kesehatan tentang penyakit hipertensi hal ini ditunjukkan dengan keluarga kurang menyadari dampak masalah kesehatan akibat penyakit hipertensi.

b. Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan
Kemampuan keluarga terbatas karena keluarga tidak mengetahui secara luas tentang masalah yang terjadi pada penyakit hipertensi.
c. Kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat
Keluarga mempunyai kesadaran tentang terciptanya lingkungan yang sehat, hal ini di buktikan dengan aktivitas Tn S dan isterinya, bila ada waktu luang membersihkan ruangan, lingkungan sekitar rumah.
d. Penggunaan fasilitas
Selama ini keluarga jarang memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada, karena keluarga lebih cenderung membeli obat bebas di toko atau mengkonsumsi obat tradisional.

4. Fungsi Reproduksi
Ny P saat ini sudah berusia 47 tahun dan tidak menjadi akseptor KB karena alasan sudah infertile akibat keguguran saat mengandung anak ke-2, tidak mungkin hamil.

5. Fungsi Ekonomi
Keluarga Tn S menggunakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan setiap hari. Menurut pengakuan keluarga penghasilan tiap bulan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Jika ada sisa keuangan, maka disimpan untuk keadaan yang mendadak bagi keluarga.

F. Stress dan Koping Keluarga
1. Stressor yang dimiliki
• Stressor jangka panjang yang dirasakan keluarga Tn S adalah penyakit hipertensi yang diderita oleh Tn S.
• Stressor jangka pendek yang dirasakan keluarga Tn S adalah
2. Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor
Keluarga sudah dapat beradaptasi dengan penyakit yang diderita oleh Tn S karena sakit yang dideritanya sudah semenjak dahulu dan keluarga yakin bahwa penyakitnya dapat diatasi .
3. Strategi koping yang digunakan
Dalam menghadapi suatu permasalahan, biasanya keluarga Tn S mendiskusikannya terlebih dahulu sebelum mengambil suatu keputusan. Beliau memberikan pengertian kepada anggota keluarganya tentang masalah yang dihadapinya.
4. Strategi adaptasi disfungsional
Keluarga selalu menyediakan persiapan uang untuk berobat, kalau terjadi kekambuhan hipertensinya.

G. Harapan Keluarga
Keluarga Tn S berharap anggota keluarga dapat berperan masing-masing tanpa ada yang mengalami gangguan kesehatannya. Sehingga semua bisa berjalan lancar tanpa hambatan. Penyaki Hipertensinya dapat sembuh total.


H. Pemeriksaan Fisik

No Variabel Nama anggota keluarga
Tn. S Ny. P An. S
1 Riwayat penyakit saat ini Hipertensi Tidak ada Tidak ada
2 Keluhan yang dirasakan Kaku pada daerah tengkuk, pusing. Tidak ada Tidak ada
3 Tanda & gejala Tekanan darah 160/110 mmHg, sukar tidur, pusing, mudah marah. Tidak ada Tidak ada
4 Riwayat penyakit sebelumnya Pada tahun 2008, Tn. S pernah dirawat di Rumah Sakit Bayangkara selama 6 hari karena penyakit hipertensi. Ny. P biasanya mengalami penyakit ringan, seperti batuk dan pilek, Ny. P tidak pernah mengalami penyakit yang berat. Tidak ada
5 Tanda-tanda vital N: 82x/mnt
S: 36,5oC
R: 24x/mnt
TD:160/110mmHg N: 80x/mnt
S: 36,7oC
R: 22x/mnt
TD:120/90mmHg N: 83x/mnt
S: 36,5oC
R: 24x/mnt
TD:120/80mmHg
6 System cardiovaskuler Pada leher teraba arteri karotis, pada ekstermitas teraba arteri brakialis dan radialis Pada leher teraba arteri karotis, pada ekstermitas teraba arteri brakialis dan radialis Pada leher teraba arteri karotis, pada ekstermitas teraba arteri brakialis dan radialis
7 System respirasi Retraksi otot dada terlihat, tidak terlihat napas cuping hidung. Retraksi otot dada terlihat, tidak terlihat napas cuping hidung. Retraksi otot dada terlihat, tidak terlihat napas cuping hidung.
8 System GI. Trac Tidak terkaji Tidak terkaji Tidak terkaji
9 System persyarafan Tidak terkaji Tidak terkaji Tidak terkaji
10 System musculoskeletal Tidak mengalami gangguan mobilisasi Tidak mengalami gangguan mobilisasi Tidak mengalami gangguan mobilisasi
11 System genetalia Tidak terkaji Tidak terkaji Tidak terkaji

Tipologi Masalah Keperawatan

NO Daftar Masalah Kesehatan
1. Ancaman Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit hipertensi
2. Kurang / Tidak Sehat Hipertensi
3. Potensial Keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada




Analisa Data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1.



















2











3 Data Subyektif:
 Tn S. Sami mengatakan sudah lama mengalami tekanan darah tinggi.
 Tn S mengatakan kadang-kadang pusing,
 Tn S Merasa kaku di daerah tengkuk.
 Tn S mengatakan penyakitnya sering kambuh

Data obyektif:
Berdasarkan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan :
 Tekanan darah : 160/110 mmHg.
 Nadi: 84 X/menit.
 Pernafasan : 24 x/menit.
 Suhu : 36,5 x/menit.

Data subyektif:
 Tn S jarang berobat ke Klinik.
 Tn S mengatakan berobat ke Klinik bila dirasakan parah. Kalau pusing cukup membeli jamu atau obat di warung saja.

Data obyektif.
 Tn S terakhir kunjungan ke Klinik Kesehatan 6 bulan yang lalu.

Data Subyektif
• Tn S mengatakan merasa kaku dan nyeri di daerah tengkuk
Data obyektif
• Tn S terlihat menringis kesakitan
• Tn S terlihat memegang bagian tengkuknya
Kurangnya pengetahuan keluarga tentang, gejala, penyebab, pencegahan dan penatalaksanaan penyakit hipertensi












Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan secara optimal







Kurangnya pengetahuan keluarga tetang penatalaksaanan dan pencegahan hipertensi
Resiko penyakit kambuh berulang


















Koping keluarga inefektif









Gangguaan rasa nyaman : nyeri

Rumusan diagnosa keperawatan
1. Resiko penyakit kambuh berulang b/d kurangnya pengetahuan keluarga tentang gejala, penyebab, pencegahan dan penatalaksanaan penyakit hipertensi.
2. Resiko terjadinya kesalahan dalam penatalaksanaan penyakit hipertensi b/d ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan secara optimal.
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d kutangnya pengetahuan keluarga tentang penatalaksanaan dan pencegahan hipertensi



Skoring Prioritas Masalah
1. Resiko penyakit kambuh berulang b/d kurangnya pengetahuan keluarga tentang gejala, penyebab, pencegahan dan penatalaksanaan penyakit hipertensi.

NO KRITERIA SKALA BOBOT SKORING PEMBENARAN

1.

a. Sifat masalah : Tidak/kurang sehat




b. Kemungkinan masalah dapat diubah : Hanya sebagian









c. Potensial masalah untuk dicegah : tinggi






d. Menonjolnya masalah : Masalah berat, harus segera ditangani
3





1












2








2

1





2












1








1




Total
3/3x1=1





1/2x2= 1












2/3x1=2/3








2/2x1=1




4
Ketidak tahuan keluarga tentang masalah penyakit hipertensi merupakan bahaya terhadap kondisi klien.


a. Kondisi klien pada usia lansia.

b. Lama penyakit sudah + 10 tahun

c. Berdasarkan prognosa masalah hipertensi hanya sebagian kecil bisa sembuh, dan hanya bisa dilakukan tindakan pencegahan.


a. Penyakit hipertensi memungkinkan untuk dicegah dengan menghindari faktor resiko.

b. Keluarga mau diajak kerjasama (kooperatif)


Bila tidak segera ditanganni maka akan terjadi komplikasi lebih lanjut, seperti stroke, kekumpuhan.

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN KELUARGA

No.Dx. Hari / Tanggal Pukul Diagnose keperawatan Implementasi
1 Sabtu/18-12-2010 16.00 Kurangnya pengetahuan keluarga tentang, gejala, penyebab, pencegahan dan penatalaksanaan penyakit hipetensi berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang menderita penyakit hipertensi Penyuluhan tentang :
- pengertian hepertensi
- Penyebab hiper tensi
- Tanda dan gejala hipertensi
- Faktor resiko hipertensi
- Akibat hipertensi
- Upaya pencegahan hiper tensi

Evaluasi Keperawatan Keluarga
No.Dx. Hari / Tanggal Pukul Evaluasi
1 Sabtu/18-12-2010 16.00 S:
- Keluarga khususnya Tn S mengatakan mengerti maksud dan tujuan kunjungan hari ini.
- Keluarga dapat menyebutkan pengertian hipertensi
- Menyebutkan tanda dan gejala hipertensi ( 3-6 )
- Menyebutkan 3 faktor resiko yang menyebabkan hipertensi
- Menyebutkan 2 akibat hipertensi bila tidak dirawat
- Menyebutkan 2 cara mencegah timbulnya hipertensi.
O :
- Keluarga Tn S dapat bekerjasama dengan mahasiswa.
- Keluarga dapat terlihat aktif dalam diskusi
- Keluarga menunjukkan minat terhadap kegiatan atau tindakan yang dapat dilakukan
- Keluarga dapat memberikan responverbal dan non verbal yang baik
- Keluarga kooperatif selama kegiatan berlangsung
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
No.Dx Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
Umum Khusus Kriteria Standar
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi serangan hipertensi yang lebih berat terhadap Tn S - Menyebutkan pengertian hipertensi
- Menyebutkan tanda dan gejala hipertensi (3-6)
- Menyebutkan 3 faktor resiko yang menyebabkan hipertensi
- Menyebutkan 2 akibat hipertensi bila tidak dirawat.
- Menyebutkan 2 cara mencegah timbulnya hipertensi. Verbal (pengetahuan) • Keluarga dapat menyebutkan tanda-tanda dan gejala penyakit hipertensi.
• Keluarga dapat mengidentifikasi gejala dini terjadinya serangan.
• Keluarga dapat memutuskan tindakan yang harus dilakukan bila terjadi serangan. 1. Kaji pengetahuan keluarga.
2. Kaji kemampuan keluarga yang telah dilakukan pada Tn S.
3. Kaji tindakan yang pernah dilakukan bila Tn S serangan hipertensi.
4. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala peny. Hipertensi.
5. Diskusikan dengan keluarga cara mengiidentifikasi serangan.
6. Berikan kesempatan keluarga menanyakan penjelasan yang telah diberikan setiap kali diskusi.
7. berikan penjelasan ulang bila ada penjelasan yang belum dimengerti.
8. Evaluasi secara singkat terhadap topik yang didiskusikan dengan keluarga.
9. Berikan pujian terhadap kemampuan yang diungkapkan keluarga setiap kali diskusi.

2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami komplikasi/pecahnya pembuluh darah halus. - Dapat menjelaskan akibat tekanan darah tinggi pada pembuluh darah halus.
- Dapat menyebutkan bagian tubuh yang rawan terjadi pecahnya pembuluh darah.
- Dapat menyebutkan upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi. Verbal - Klien dan keluarga dapat menjelaskan akibat tekanan darah tinggi pada pembuluh darah halus.
- Klien dan keluarga dapat menyebutkan bagian tubuh yang rawan terjadi pecahnya pembuluh darah.
- Klien dan keluarga dapat menyebutkan upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi. 1. Kaji pengetahuan keluarga.
2. Kaji kemampuan keluarga yang telah dilakukan pada Bu Sutri.
3. Kaji tindakan yang pernah dilakukan bila Bu Sutri mengalami serangan.
4. Diskusikan dengan keluarga tentang akibat peny. Hipertensi pada pembuluh darah.
5. Diskusikan dengan keluarga tentang bagian tubuh yang rawan terjadi pembuluh darah pecah.
6. Diskusikan alternatif yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
7. Berikan kesempatan keluarga menanyakan penjelasan yang telah diberikan setiap kali diskusi.
8. berikan penjelasan ulang bila ada penjelasan yang belum dimengerti.
9. Evaluasi secara singkat terhadap topik yang didiskusikan dengan keluarga.
10. Berikan pujian terhadap kemampuan yang diungkapkan keluarga
11. setiap kali diskusi.

Minggu, 06 Februari 2011

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA

I. PENGERTIAN
Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga.
Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat berat.
II. PENYEBAB
Penurunan fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh:
 Suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif)
 Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak (penurunan fungsi pendengaran sensorineural).

Penurunan fungsi pendengaran sensorineural dikelompokkan lagi menjadi:
 Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika kelainannya terletak pada telinga dalam)
 Penurunan fungsi pendengaran neural (jika kelainannya terletak pada saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak).

Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit keturunan, tetapi mungkin juga disebabkan oleh:
 Trauma akustik (suara yang sangat keras)
 Infeksi virus pada telinga dalam
 Obat-obatan tertentu
 Penyakit Meniere.



Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh:
 Tumor otak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf di sekitarnya dan batang otak
 Infeksi
 Berbagai penyakit otak dan saraf (misalnya stroke) - Beberapa penyakit keturunan (misalnya penyakit Refsum).

III. GEJALA
Penderita penurunan fungsi pendengaran bisa mengalami beberapa atau seluruh gejala berikut:

 kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di sekelilingnya berisik
 terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus)
 tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume yang normal
 kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa mendengar
 pusing atau gangguan keseimbangan.

IV. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Dengan Garputala
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan menempatkan garputala yang telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara harus melewati udara agar sampai ke telinga.
Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak.
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran tulang dinilai dengan menempatkan ujung pegangan garputala yang telah digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol di belakang telinga).
Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam. Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang saraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf pendengaran.
Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf pendengaran di otak.
Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran tulang normal, dikatakan terjadi tuli konduktif.
Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensorineural.
Kadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan sensorineural terjadi secara bersamaan.
2. Audiometri
Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu dengan menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian dan volume tertentu.
Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.

Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah.
Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
3. Audimetri Ambang Bicara

Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa dimengerti.
Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu.
Dilakukan perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar.
4. Diskriminasi

Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama.
Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama.
Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (persentasi kata-kata yang diulang dengan benar) biasanya berada dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada di bawah normal. Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah normal.
5. Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah.
Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif.
Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan pada anak-anak.

Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.
Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.
Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa:
 penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan hidung bagian belakang)
 cairan di dalam telinga tengah
 kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga tengah.

Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yang melekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di telinga tengah).
Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras/gaduh (refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah.
Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraksi selama telinga menerima suara yang gaduh.
6. Respon Auditoris Batang Otak

Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat rangsangan pada saraf pendengaran.
Respon auditoris batang otak juga dapat digunakan untuk memantau fungsi otak tertentu pada penderita koma atau penderita yang menjalani pembedahan otak.
7. Elektrokokleografi

Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf pendengaran.
Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari penurunan fungsi pendengaran sensorineural.

Elektrokokleografi dan respon auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilai pendengaran pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadar terhadap suara.
Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi atau untuk memeriksa hipakusis psikogenik (orang yang berpura-pura tuli).

Beberapa pemeriskaan pendengaran bisa mengetahui adanya kelainan pada daerah yang mengolah pendengaran di otak.
Pemeriksaan tersebut mengukur kemampuan untuk:
 mengartikan dan memahami percakapan yang dikacaukan
 memahami pesan yang disampaikan ke telinga kanan pada saat telinga kiri menerima pesan yang lain
 menggabungkan pesan yang tidak lengkap yang disampaikan pada kedua telinga menjadi pesan yang bermakna
 menentukan sumber suara pada saat suara diperdengarkan di kedua telinga pada waktu yang bersamaan.

Jalur saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak yang berlawanan, karena itu kelainan pada otak kanan akan mempengaruhi pendengaran pada telinga kiri.
Kelainan pada batang otak bisa mempengaruhi kemampuan dalam menggabungkan pesan yang tidak lengkap menjadi pesan yang bermakna dan dalam menentukan sumber suara.

V. PENGOBATAN
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada penyebabnya.
Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya cairan di telinga tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan cairan dan kotoran tersebut.

Jika penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan pencangkokan koklea.

VI. ALAT BANTU DENGAR

Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar.

Alat bantu dengar terdiri dari:
 Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
 Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara
 Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan.

Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran).
Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural.

Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan mempertimbangkan hal-hal berikut:
 kemampuan mendengar penderita
 aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja
 keterbatasan fisik
 keadaan medis
 penampilan
 harga.

Alat Bantu Dengar Hantaran Udara

Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.

Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Badan

Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat.
Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah kabel ke alat yang dipasang di saluran telinga.
Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah rusak.

Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga

Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat.
Alat ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain.

CROS (contralateral routing of signals)

Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi pendengaran pada salah satu telinganya.
Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak berfungsi dan suaranya diarahkan kepada telinga yang berfungsi melalui sebuah kabel atau sebuah transmiter radio berukuran mini.
Dengan alat ini, penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi.

BICROS (bilateral CROS)

Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penuruna fungsi pendengaran yang ringan, maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.

Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang

Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari telinganya keluar cairan (otore).

Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis. Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam.
Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga.

VII. PENCANGKOKAN KOKLEA
Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar.

Alat ini dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian:
 Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar
 Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara yang tertangkap oleh mikrofon
 Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal dari prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik
 Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan mengirimnya ke otak.

Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran yang normal, tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan membantu mereka dalam memahami percakapan.

Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar.
Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea menggantikan fungsi dari bagian telinga dalam yang mengalami kerusakan.

Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik oleh telinga dalam. Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya sebagai suara.
Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektronik, implan koklea menemukan bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak
VIII. ASUHAN KEPERWATAN
A. Pengkajian
Fokus pengkajian pada klien dengan ganguan pendengaran
 Kaji identitas klien
 Kaji riwayat keperawatan
 Kaji adanya penguanaan obat-obat yang menyebabkan ototoxic dan merusak ssp serta organ-organ bagian telinga dan keseimbanagan
 Kaji riwayat penguanaan obat-obatan
B. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan komunikasi verbal B/D kerusakan pendengaran
2. Kerusakan aktivitas B/D ketidakseimbangan dalm beraktifitas karena hilangnya fungsi pendengaran.
3. Kehilangan perawatan diri dirumah B/D hilangnya fungsi pendengaran
4. Kerusakan interaksi sosial B/D kerusakan sarf sensori
C. Rencana intervensi keperawatan
intervensi keperawatan pada lansia dengan ganguan pendengaran
 Ketika berbicara kerusakan suara (bukan teriak) atau menyuruh untuk memperhatikan mulut sipembicara.
 Ajak klien berkomunikasi dengan santai dengan jarak yang dekat.
 Berbicara yang jelas dan tidak terlalu cepat an saling bertatap muka.
 Hindarkan adanya suara- suara yang mengganggu seperti suara radio dan TV
 Jika kerusakan komunikasi maka gunakanlah kertas sebagai komunikasi verbal atau dengan simbol.
 Berikan lingkungan yang nyaman bagi klien.
 Gunakanlah alat bantu pendengaran apabila diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA
- Roach sally. Introduktory gerontological Nursing. 2001. Lippinctt: New Yor
- Syaifuddin, Anatomi fisisologi. 1997. EGC. Jakarta
- Petunjuk praktikum fisiologi I. Tim pengajar fisiologi. 2005. Stikes Aisyiyah Yogyakarta,
- Http: // www.pfizer peduli . com / artcel _ detail . aspex. Id : 21
- Panduan dianosa keperawatan NANDA
- Http: // www. Dokter tetanus . pjnkk. Go. Id / content . view / 249/31
- http: // www. Dokter tetanus. WordPress. Com
- wahyudi, Nugroho, Keperawatan Gerontik. 2000. EGC : Jakarta.

Kamis, 23 Desember 2010

Askep Keluarga dengan Hipertensi

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
HIPERTENSI
1. Pengertian
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg ataulebih. (Barbara Hearrison 1997)

2. Etiologi
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
o Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atautransport Na.
o Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkantekanan darah meningkat.
o Stress Lingkungan.
o Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua sertapelabaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, systemrennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
2. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal.


3. Patofisiologi
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Danapabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkanretensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanandarah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
o Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
o Sakit kepala
o Epistaksis
o Pusing / migrain
o Rasa berat ditengkuk
o Sukar tidur
o Mata berkunang kunang
o Lemah dan lelah
o Muka pucat
o Suhu tubuh rendah

5. Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan Laborat
 Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
 BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
 Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
 Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM.
o CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
o EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
o IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,perbaikan ginjal.
o Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran jantung.
6. Penatalaksanaan
o Penatalaksanaan Non Farmakologis
1. DietPembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan denganbatasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,bersepeda atau berenang.
o Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
0. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
1. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
2. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
3. Tidak menimbulakn intoleransi.
4. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
5. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi sepertigolongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,golongan penghambat konversi rennin angitensin.

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hipertensi
1. Pengkajian
o Aktivitas/ Istirahat
 Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
 Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
o Sirkulasi
 Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
 Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda.
o Integritas Ego
 Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
 Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
o Eliminasi
 Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayatpenyakit ginjal pada masa yang lalu).
o Makanan/cairan
 Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic
 Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
o Neurosensori
 Gejala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).
 Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
o Nyeri/ ketidaknyaman
 Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakitkepala.
o Pernafasan
 Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
 Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
o Keamanan
 Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang, gejala, penyebab, pencegahan dan penatalaksanaan penyakit hipertensi berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang menderita penyakit hipertensi.
Tujuan :
Tujuan umum :
Tidak terjadi serangan hipertensi yang lebih berat pada klien
Tujuan khusus :
- Menyebutkan pengertian hipertensi
- Menyebutkan tanda dan gejala hipertensi (3-6)
- Menyebutkan 3 faktor resiko yang menyebabkan hipertensi
- Menyebutkan 2 akibat hipertensi bila tidak dirawat.
- Menyebutkan 2 cara mencegah timbulnya hipertensi.

Intervensi :
1. Kaji pengetahuan keluarga.
2. Kaji kemampuan keluarga yang telah dilakukan pada klien
3. Kaji tindakan yang pernah dilakukan bila klien serangan hipertensi.
4. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala peny. Hipertensi.
5. Diskusikan dengan keluarga cara mengiidentifikasi serangan.
6. Berikan kesempatan keluarga menanyakan penjelasan yang telah diberikan setiap kali diskusi.
7. Berikan penjelasan ulang bila ada penjelasan yang belum dimengerti.
8. Evaluasi secara singkat terhadap topik yang didiskusikan dengan keluarga.
9. Berikan pujian terhadap kemampuan yang diungkapkan keluarga setiap kali diskusi.

b. Resiko terjadi kesalahan dalam penatalaksanaan penyakit hipertensi berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam menggunakan fasilitas kesehatan secara optimal.
Tujuan :
Tujuan Umum :
Klien tidak mengalami komplikasi/pecahnya pembuluh darah halus
Tujuan khusus :
- Dapat menjelaskan akibat tekanan darah tinggi pada pembuluh darah halus.
- Dapat menyebutkan bagian tubuh yang rawan terjadi pecahnya pembuluh darah.
- Dapat menyebutkan upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Intervensi :
1. Kaji pengetahuan keluarga.
2. Kaji kemampuan keluarga yang telah dilakukan pada klien
3. Kaji tindakan yang pernah dilakukan bila klien mengalami serangan.
4. Diskusikan dengan keluarga tentang akibat peny. Hipertensi pada pembuluh darah.
5. Diskusikan dengan keluarga tentang bagian tubuh yang rawan terjadi pembuluh darah pecah.
6. Diskusikan alternatif yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
7. Berikan kesempatan keluarga menanyakan penjelasan yang telah diberikan setiap kali diskusi.
8. berikan penjelasan ulang bila ada penjelasan yang belum dimengerti.
9. Evaluasi secara singkat terhadap topik yang didiskusikan dengan keluarga.
10. Berikan pujian terhadap kemampuan yang diungkapkan keluarga setiap kali diskusi.

Selasa, 21 Desember 2010

GANGGUAN NUTRISI PADA "LANSIA"

GANGGUAN NUTRISI PADA LANSIA

1. DEFINISI
Nutrisi adalah keseluruhan berbagai proses dalam tubuh makhluk hidup untuk menerima bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut agar menghasilkan berbagai aktivitas penting dalam tubuhnya sendiri. Gangguan nutrisi terjadi kalau diet mengandung satu atau lebih nutrient dalam jumlah yang tidak tepat.

2. EPIDEMIOLOGI
Hasil survey dari Negara Inggris yang diselenggarakan oleh DHSS dan diterbitkan dalam tahun 1979 terlihat bahwa 3% dari subjek yang diteliti mengalami malnutrisi klinik. Apabila angka ini tidak mengikutsertakan kasus- kasus kegemukan dalam keseluruhan populasi manula maka akan terdapat 300.000 manula dengan diet yang tidak memadai yang tidak dapat dihindari dan dapat membawa pengaruh buruk bagi kesehatan. Kelainan gizi yang sering dijumpai dalam survey adalah obesitas, konsumsi yang rendah pada asam folat, vit. C, vit. D, vit. B, zat besi, dan kalsium.
3. FAKTOR PENYEBAB
a. Tinggal sendiri
Seseorang yang hidup sendirian sering tidak mempedulikan tugas memasak untuk menyediakan makanannya.
b. Kelemahan fisik
Contohnya atritis atau cedera serebrovaskular (CVA) yang menyebabkan kesulitan untuk berbelanja dan masak. Mereka tidak mampu merencanakan dan menyediakan makanannya sendiri.
c. Kehilangan
Terutama terlihat pada pria lansia yang tidak pernah memasak untuk mereka sendiri. Mereka biasanya tidak memahami nilai suatu makanan yang gizinya seimbang.
d. Depresi
Menyebabkan kehilangan nafsu makan. Mereka tidak mau bersusah payah berbelanja, emmasak atau memakan makanannya.


e. Pendapatan yang rendah
Ketidakmampuan untuk membeli makanan yang cermat untuk meningkatkan pengonsumsian makanan yang bergizi.
f. Penyakit saluran pencernaan
Termasuk sakit gigi, ulkus
g. Penyalahgunaan alcohol
Mengurangi asupan kalori dan tidak berkalori seperti asupan energy dengan sedikit factor nutrisi lain
h. Obat
Pada lansia yang mendapat lebih banyak obat dibandingkan kelompok usia lain yang lebih muda ini berakibat buruk terhadap nutrisi lansia. Pengobatan akan mengakibatkan kemunduran nutrisi yang semakin jauh.

4. TANDA DAN GEJALA
• Gigi tidak lengkap dan ompong
• Nafsu makan menurun
• Lesu
• Tidak semangat
• BB kurang / lebih dari normal
• Perut terasa kembung
• Sukar menelan
• Mual muntah

5. PATOFISIOLOGI
• Produksi saliva menurun → mempengaruhi proses perubahan kompleks karbohidrat menjadi disakorida
• Fungsi ludah menurun → sukar menelan
• Fungsi kelenjar pencenaan menurun → perut terasa tidak enak / kembung
• Banyak gigi yang lepas (ompong) → nafsu makan berkurang
• Dengan proses menua terjadi gangguan motilitas otot polos oesofagus.
Dari proses perubahan-perubahan pada proses menua pada lansia menyebabkan intake makanan pada lansia berkurang yang nantinya akan mempengaruhi status gizi pada lansia.


6. DAMPAK GANGGUAN NUTRISI
Kelemahan otot dan kelelahan karena energy yang menurun. Lansia dengan gangguan nutrisi beresiko tinggi untuk terjatuh atau mengalami ketidakmampuan dalam mobilisasi yang menyebabkan luka tekan atau cedera. Tulang akan mudah rusak dan proses penyembuhan luka tekan akan berjalan lama serta kondisinya akan memburuk. Kaum manula yang mendorong kesalahan gizi dapat dibagi menjadi 3 kelompok :
a. Malnutrisi umum
Diet tidak mengandung beberapa nutrient dalam jumlah yang memadai.
b. Defisiensi nutrient tertentu
Terjadi bila suatu makanan atau kelompok makanan tertentu tidak ada dalam diet. Contoh : defisiensi zat besi pada manula yang keadaan gigi geliginya jelek sehingga tidak makan daging karena kesulitan mengunyah dan konsumsi vit. C yang rendah pada manula yang terus menerus dalam jangka waktu yang lama mengalami diet lambung.
c. Obesitas
Disebabkan oleh kebiasaan makan yang jelek sejak usia muda. Gerakan manula yang gemuk akan menjadi lebih sulit.

7. KOMPLIKASI
• Diabetes mellitus
• Hipertensi
• Penyakit jantung
• Gastritis
• Ulkus peptikum

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Laboratorium
• Radiografi dengan kontras barrem.
9. PENATALAKSANAAN
• Memperhatikan kebutuhan gizi pada lansia. Kecukupan energy sehari yan dianjurkan untuk pria berusia lebih tua atau sama dengan 60 tahun dengan berat badan sekitar 62 kg adalah 2200 kkal sedangkan untuk perempuan adalah 1850 kkal
• Memperhatikan bentuk dan variasi makanan yang menarik agar tidak membosankan (bentuk cair, bubur saring, bubur, nasi tim, nasi biasa)
• Menambah makanan cair lain / susu bila lansia tidak bias menghabiskan makanannya
• Bila terdapat penyakit metabolic seperti DM, gula sederhana dihindari, bila terdapat penyakit gagal ginjal sebaliknya dipilih asam amino yang esensial.
• Perubahan sederhana untuk memperbaiki diet bagi manula yaitu : Minum satu gelas sari buah yang murni (jangan dicampuri air ataupun gula), Sarapan dengan biji-bijian utuh (misalnya havermout, beras merah) dan telur setiap pagi, Mengusahakan makan daging atau ikan paling tidak sekali dalam sehari, Minum segelas susu pada waktu akan tidur, Paling sedikit makan satu porsi sayuran setiap hari.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
• Berat badan
Berhubungan dengan tinggi badan, contoh IMT (indeks massa tubuh) atau
catatan yang tepat
• Perubahan berat badan
Difokuskan pada kehilangan atau pertambahan berat badan saat ini
• Pertumbuhan gigi
Apakah lansia memakai gigi palsu atau apakah mereka memerlukan gigi palsu? Apakah gigi palsu yang ada hilang atau rusak?
• Kebiasaan makan
Aspek pribadi, budaya, dan agama mengenal asupan nutrisi
• Kemampuan untuk makan
Dapatkah lansia memindahkan makanan dari piring ke mult dan menelannya dengan baik

• Farmakologi
Apakah klien banyak meminum obat-obatan (termasuk medikasi yang dilakukan sendiri) yang dapat berakibat buruk terhadap nutrisi.

10. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidaseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan
b. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b/d intake berlebih
c. Kurang perawatan diri makan b/d kelemahan atau kelelahan
d. Konstipasi b/d kebiasaan makan yang buruk.

11. INTERVENSI
Dx 1
• Tingkatkan intake makanan melalui mengurangi gangguan dari lingkungan
• Sajikan makanan yang mudah dicerna dalam keadaan hangat, tertutup dan berkan sedikit-sedikit tapi sering
• Hindari makanan yang banyak mengandung gas
• Berikan penkes Hg program diet yang benar

Dx 2
• Lakukan pengkajian pola makan pasien
• Buat program latiha untuk olahraga
• Hindari makanan yang banyak mengandung lemak
• Berikan penkes Hg : program diet yang benar akibat yang mungkin timbul pada kelebihan BB

Dx 3
• Kurangi gangguan dari lingkungan pada saat makan
• Kaji kebutuhan bantuan yang akan diberikan
• Bantu dalam pemilihan makanan yang tepat dari menu
• Bantu pasien dalam intake makanan
Dx 4
• Catat dan kaji warna, konsistensi, jumlah dan waktu BAB
• Kaji dan catat pergerakanusus
• Berikan cairan adekuat dan makanan tinggi serat
• Berikan penkes Hg : kebiasaan diet, aktivitas cairan dan makanan yang mengandung gas serta kebiasaan BAB

PENYAKIT SISTEM PENCERNAAN
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat- zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
Penuaan dicirikan dengan kehilangan banyak sel tubuh dan penurunan metabolism di sel lainnya.Proses ini menyebabkan penurunan fungsi tubuh dan perubahan komposisi tubuh. Perubahan pada system pencernaan :
1. Kehilangan gigi,penyebab utama adanya periodontal desease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun.Penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
2. Indera pengecap menurun.Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir.atropi indera pengecap (±80%),hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap di lidah teritama rasa manis,asin,asam,pahit.Selain itu sekresi air ludah berkurang sampai kira-kira 75% sehingga mengakibatkan rongga mulut menjadi kering dan bisa menurunkan cita rasa.
3. Usofagus melebar.Penuaan usofagus berupa pengerasansfringfar bagian bawah sehingga menjadi mengendur(relaksasi) dan mengakibatkan usofagus melebar (presbyusofagus).Keadaan ini memperlambat pengosongan usofagus dan tidak jarang berlanjut sebagaiher nianhiatal.Gangguan menelan biasanya berpangkal pada daerah presofagus tepatnta di daerah osofaring penyebabnya tersembunyi dalam system saraf sentral atau akibat gangguan neuromuskuler seperti jumlah ganglion yang menyusut sementara lapisan otot menebal dengan manometer akan tampak tanda perlambatan pengosongan usofagus.
4. Lambung,rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun).Lapisan lambung menipis diatas 60 tahun,sekresi HCL dan pepsin berkurang,asam lambung menurun,waktu pengosongan lambung menurun dampaknya vitamin B12 dan zat besi menurun.
5. Peristaltic lemah dan biaanya timbul konstipasi
6. Fungsi absopsi melemah (daya absorpsi terganggu).Berat total usus halus berkurang diatas usia 40 tahun meskipun penyerapan zat gizi pada umumnya masih dalam batas normal,kecuali kalsium (diatas 60 tahun)dan zat besi.
7. Liver (hati).Penurunan enzim hati yang terlibat dalam oksidasi dan reduksi,yang menyebabkan metabolisme obat dan detoksifikasi zat kurang efisien.
Produksi saliva menurun sehingga mempengaruhi proses perubahan kompleks krbohidrat menjadi disakarida. Fungsi ludah sebagai pelican makanan berkurang sehingga proses menelan menjadi sukar.
Keluahn-keluhan seperti kembung, perasaan tidak enak di perut dan sebagainya, seringkali disebabkan makanan yang kurang dicernaakibat berkurangnya fungsi kelenjar pencernaan. Juga dapat disebabkan karena berkurangnya toleransi terhadap makanan terutama yang mengandung lemak.
Keluhan lain yang sering dijumpai adalah konstipasi, yang disebabkan karena kurangnya kadar selulosa, kurangnya nafsu makan bisa disebabkan karenanya banyaknya gigi yang sudah lepas. Dengan proses menua bisa terjadi gangguan motilits otot polos esophagus, bisa juga terjadi refluks disease (terjadi akibat refluks isi lambung ke esophagus), insiden ini mencapai puncak pada usia 60 – 70 tahun.
Penyakit yang lazim terjadi pada system pencernaan.
1. Anemia (defisiensi zat besi)
Anemia cukup umum pada populasi lansia,yang mungkin disebabkan kondisi predisposisi yang mendasari,seperti malnutrisi,dan infeksi kronis.Prognosis anemia lebih baik setelah therapy penggantian zat besi.
1) Etiologi
• Asupan diet zat besi yang tidak adekuat atau diet tidak seimbang yang buruk
• Malabsorpsi zat besi,seperti pada diare kronis,gastrektomi parsial atau total,dan sindrom malabsorpsi seperti penyakit seliak
• Kehilangan darah sekunder akibat perdarahan GI yang disebabkan obat (akibat antikoagulan,aspirin,steroid) atau akibat perdarahan karena trauma,ulkus GI,tumor ganas,dan varises.
• Hemolisis intravascular yang disebabkan hemoglobulinuria atau hemoglobulinuria nokturia
aroksimal
• Trauma eritrosit mekanis yang disebabkan oleh katup jantung prostetik atau filter vena kava.
2) Tanda dan gejala
- Dapat asimtomatik selama bertahun-tahun.
- Keletihan
- Sakit kepala
- Tidak dapat berkonsentrasi
- Nafas pendek (khusus pada kerja fisik)
- Penigkatan frekuensi infeksi
- Pada anemia kronis, disfagia efek neuromuskuler (gangguan vasomotorik,parestesia,dan nyeri neuralgik),glosistis (lidah merah,bengkak,lunak,berkilat dan nyeri tekan),stomatitis serta kuku rapuh.
- Pada tahap lanjut,takhikardia (disebabkan oleh penurunan perfusi oksigen dan peningkatan curah jantung)

3) Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan darah dapat menunjukan hal-hal berikut :
- Kadar Hb rendah (<12gr/dl pada pria,<10gr/dl pada wanita)
- Hematokrit rendah (<47ml?dl pada pria,<42ml/dl pada wanita)
- Kadar zat besi serum rendah,
- Hitung SDM rendah
- Pemeriksaan sumsum tulang menunjukan deplesi atau tidak ada simpanan zat besi dan hyperplasia normoblastik
 Pemeriksaan Gi,seperti uji feses, barium telan dan enema,endoskopik,dan sigmoidoskopi untuk menyingkirkan atau memastikan apakah perdarahan disebabkan defisiensi zat besi.
4) Penanganan
Sebelum penanganan dapat dimulai,penyebab yang mendasari anemia harus dipastikan.Selanjutnya terapi penggantian zat besi yang terdiri atas preparat oral atau kombinasi zat besi dan asam askorbat (meningkatkan absorpsi zat besi) dapat diberikan.
5) Diagnosa keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi zat besi dalam diet

Intervensi
- Berikan suplemen zat besi sesuai program
- Pantau kepatuhan pasien terhadap terapi penggantian zat besi yang diprogramkan.
- Pantau apakah pasien mengalami over dosis penggantian zat besi.
- Pantau hitung darah lengkap pasien dan zat besi serum dengan teratur
- Kaji kebiasaan diet keluarga untuk asupan zat besi
- Evaluasi riwayat obat-obatan pasien.

2. Gangguan ferpusi jaringan berhubungan dengan penurunan Hb
Intervensi
- Berikan terapi oksigen jika perlu untuk membantu
- mencegah dan mengurangi hipoksia
- Berikan periode istirahat yang sering untuk mengurangi kelemahan fisik
- Sesuai program,berikan analgesic untuk mengurangi sakit kepala dan ketidaknyamanan lain.
- Pantau pasien apakah ada tanda dan gejala penururnan perfusi ke organ-organ vital
- Pantau frekuensi nadi pasien dengan sering

6) Penyluhan
- Berikan penjelasan pasien tentang penyakitnya dan program pengobatan
- Anjurkan pasien untuk tidak berhenti terapi
- Informasikan kepada pasien bawsa susu dan antasida mengganggu absorpsi tetapi vitamin c dapat meningkatkan absorpsi.
- Beri tahu pasien untuk melaporkan setiap efek merugikan dari terapi zat besi seperti : mual,muntah,diare,dan konstipasi
- Ajarkan pasien untuk menjadwalkan aktivitas dengan periode istirahat yang dapat disesuaikan dengan kondisi anemianya.
- Karena defisiensi zat besi dapat berulang,jelaskan kebutuhan untuk pemeriksaan teratur dan kepatuhan terhadap terapi yang diresepkan.

2.Gastritis Kronis
Gastritis adalah suatu inflamasi mukosa lambung yang dapat bersifat akut ataupun kronik.gastritis akut adalah penyakit lambung yang paling umum,menyebabkan kemerahan pada mukosa,edema,hemoragi dan erosi. Gastrits kronis biasanya terjadi pada lansia dan pasien yang mengalami anemia pernisiosa.gastritis kronis biasanya melibatkan kondisi patologi yang mendasari akibat dari atropi mukosa lambung.gastritis kronis kronis dapat mengalami ulkus lambung dan karsinoma
.
1) Etiologi
Diperkirakan oleh heliobacter pylori.

2) Tanda dan gejala
- Tanda dan gejala seperti gastritis akut yaitu seperti :ketidaknyamanan pada epigastrik,nyeri karena sulit mencerna makanan,anoreksia,mual serta muntah.
- Intoleransi terhadap makanan pedas dan berlemak
- Nyeri epigastrik ringan yang mereda dengan makan

3) Pemeriksaan diagnostic
• Endoskopi GI untuk memastikan gastritis dilakukan dalam 24 jam perdarahan.pemeriksaan ini dikontraindikasikan setelah menelan agens korosif.
• Pemeriksaan laboratorium dapat mendeteksi perdarahan samar dalam muntah atau feses,jika pasien mengalami perdarahan lambung
• Pemeriksaan darah menunjukan bahwa kadar Hb dan Ht mengalami penurunan apabila pasien mengalami anemia akibat perdarahan.
• Pemeriksaan H pylori dan nafas berbau urea memperlihatkan adanya antibody H pylori

4) Penanganan
Prioritas penanganan segera adalah menghilangkan penyebab gastritis.sebagai contoh,gastritis yang disebabkan oleh bakteri diobati dengan antibiotic,ingesti racun dinetralkan dengan antidote yang tepat.
Untuk pasien yang menderita gastritis kronis,antasida diberikan perjam,yang dapat mengurangi frekuensi gastritis akut.Sebagaian pasien memerlukan analgetik sampai terjadi pemulihan,kebutuhan oksigen,volume darah serta keseimbangan cairan perlu diperhatikan.

5) Diagnose keperawatan
• Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, anorexia

Intevensi
- Kaji intake makanan,
- Timbang BB secara teratur,
- Berikan perawatan oral secara teratur, anjurkan klien makan sedikit tapi sering,
- Berikan makanan dalam keadaan hangat,
- Auskultasi bising usus,
- Kaji makanan yang disukai,

• Resti gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, muntah

Intervensi
- Kaji tanda dan gejala dehidrasi,
- Observasi TTV,
- Ukur intake dan out
- Anjurkan klien untuk minum ± 1500-2500ml,
- Observasi kulit dan membran mukosa,
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan infus

• Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung
Intervensi
- Kaji skala nyeri dan lokasi nyeri,
- Observasi TTV,
- Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman,
- Anjurkan tekhnik relaksasi dengan nafas dalam,
- Lakukan kolaborasi dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi untuk mengurangi nyeri

6) Penyluhan
- Ajarkan pasien mengenal penyebab,pemeriksaan diagnostic serta program pengobatan
- Berikan pasien daftar makanan yang dihindari,seperti : merica,atau makanan yang sangat berbumbu,alcohol,kafein
- Jika pasien merokok anjurkan unutk berhentibantu
- Ajari pasien cara mengatasi stress,seperti; meditasi,relaksasi,nafas dalam dan imajinasi terbimbing
- Ajarkan anggota keluarga tentang pentingnya mendukung pasien ketika ia membuat perubahan diet dan gaya hidup yang diperlukan.

3. Inkontinensia fekal
Meskipun biasanya bukan merupakan tanda penyakit mayor,inkontinensia dapat menyebabkan gangguan yang serius pada kesejahteraan fisik dan psikologis lansia. Inkontinensia fekal dapat terjadi secara bertahap (seperti demensia) atau tiba-tiba (seperti cedera medulla spinalis).

1) Etiologi
- Inkontinensia fekal biasanya akibat dari statis fekal dan impaksi (sebagai suatu massa atau kumpulan yang mengeras) yang disertai penurunan aktivitas,
- Diet yang tidak tepat.
- Penggunaan laksatif yang kronis
- Penurunan asupan cairan
- Deficit neurologis
- Komplikasi pembedahan pelvis,prostat atau rektum
- Obat-obatan seperi antihistamin,psikotropik dan preparat besi

2) Tanda dan gejala
- Rembesan feses yang terus menerus dari rectum
- Ketidakmampuan mengenali kebutuhan defekasi
- Kram abdomen dan distensi

3) Pemeriksaan dianostik
- Pemeriksaan rectum digital dapat menyingkirkan inpaksi fekal
- Kolonoskopi mungkin diperlukan untuk mendeteksi gangguan usus lainnya.



4) Penanganan
Pasien yang mengalami inkontinensia fekal harus dikaji penyebab masalah yang mendasari penyakitnya dengan cermat.Pelatihan kembali defekasi merupakan terapi pilihan bijak, misalnya adalah tonus sfingter anal yang buruk,latihan otot-otot panggul dapat membantu mengoreksinya.lansia dapat diajarkan untuk mengontrkasikan dan merilekskan sfingter anal dalam program latihan yang teratur untuk menguatkan otot-otot tersebut. Jika inkontinensia disebabkan oleh impaksi,sumbatan harus dihilangkan dengan enema atau secara manual.Enema atau supositoria dapat digunakan secara berulang untuk mendapatkan evakuasi feses yang tuntas

5) Diagnose keperawatan
• Inkontinensia fekal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,

Intervensi
- Berikan asupan cairan yang adekuat
- Mulai aktivitas dan program olah raga
- Tetapkan latihan kebiasaan,mencakup toileting yang terjadwal seperti setelah sarapan pagi,tingkatkan kesadaran akan refleks defekasi,
- Jika terdapat kerusakan neurologis berat,induksi konstipasi dengan antidiare dan diet berserat rendah,selang-seling

• Ansietas berhubungan dengan inkontinensia fekal

Intervensi
- Jadwalkan waktu tambahan untuk mendorong dan member dukungan pada pasien untuk mengurangi rasa malu
- Berikan dukungan akibat kehilangan pengendalian
- Berikan pujian atas keberhasialn pasien

• Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inkontinensia fekal
Intervensi
- Pertahankan perawatan hygiene yang efektip untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan mencegah kerusakan kulit dan infeksi
- Bersihkan area perianal sesering mungkin
- Oleskan krim awar pelembab
- Kendalikan bau yang tidak sedap

6) Penyuluhan
- Ajarkan pasien untuk secara bertahap menghilangkan penggunaan laksatif
- Libatkan keluarga untuk melakukan perawatan kulit untuk mencegah iritasi dan infeksi

4. Konstipasi
Seiring bertambahnya usia dan perubahan fisiologis yang normal,konstipasi umum terjadi pada lansia.konstipasi diperburuk oleh nutrisi yang buruk,asupan cairan yang rendah,dan imobilisasi.konstipasi terjadi karena penurunan peristaltic koon dan perlambatan impuls syaraf yang merasakan kebutuhan akan defekasi.Dengan bertambahnya usia,sfingter anal interna kehilangan tonusnya dan defekasi tertunda.Jika tidak diobati konstipasi dapat menyebabkan impaksi fekal dan megakolon.

1) Tanda dan gejala
- Periode waktu lama antara defekasi
- Keram dan kembung pada abdomen
- Abdomen keras
- Mengejan selama defekasi
- Feces kecil dank eras
- Bising usus jauh atau kurang terdengar
- Nyeri punggung
- Sakit kepala
2) Pemeriksaan diagnostic
- Pemeriksaan rectum digital dapat memastikan atau menyingkirkan masalah fisiologis

3) Penanganan
- Penanganan jangka pendek dapat terdiri dari laksatif yang kuat untuk mengosongkan seluruh usus.
- Pengobatan jangka panjang mencakup diet tinggi serat,asupana caiaran yang adekuat,mengurangi penggunaan laksatif dan member waktu yang cukup unuk mengevakuasi usus secara tuntas sesuai rutinitas normal.
- Untuk impaksi fekal pengangkatan feces manual diikuti dengan enema yang mengguanakan retensi-minyak hangat dan enema yang mengguanakan sabun pembersih.Setelah 3 hari pasien mendapat pelunak feces dan stimulasi defekasi.
4) Diagnose keperawatan
• Konstipasi yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, obstruksi usus, megakolon,Imobilisasi, asupan cairan dan serat yang tidak adekuat
Intervensi
- Tanyakan pasien mengenai asupan dietnya
- Dorong peningkatan asupan cairan dan diet tinggi serat
- Berikan pelunak feces sesuai resep
- Anjurkan pasien merespon desakan untuk defekasi dengan segera
- Anjurkan peningkatan aktivitas olahraga

5) Penyluhan
- Ajarkan pasien lansia metoda untuk mengurangi konstipasi yang mencakup:
o Diet tinggi seratPeningkatan asupan cairan
o Aktifitas fisik yang lebih banyak
o Membuat penyesuaian dengan keterbatasan fisik yang dapat menghambat kemampuan pergi ke kamar mandi sebelum desakan untuk defekasi hilang.
DAFTAR PUSTAKA
Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta : EGC
Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC
Fakultas Kedokteran UI. 2000. Pedoman Pengelolan Kesehatan Pasien Geriatri. Untuk Dokter dan Perawat. Jakarta
Beck, Mary E. 2000. Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya dengan Penyakit-penyakit untuk Perawat dan Dokter. Jakarta : Yayasan Essentia Medico
Tarwoto, Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Prima Medika

Sabtu, 27 November 2010

GASTRITIS

gastritis adalah suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung
insiden gastritis meningkat dengan lanjutnya proses menua. namun sering sekali asimptomatis atau hanya dianggap sebagai akibat normal proses menua.